AJARAN
POKOK AQIDAH ISLAM SESUAI
PAHAM
MUHAMMADIYAH
Makalah
Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Aqidah
Disusun Oleh :
NJD. Pratiwi
Reri Andriani
Yassir Dzulfiqor
NJD. Pratiwi
Reri Andriani
Yassir Dzulfiqor
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR HAMKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR HAMKA
JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Muhammadiyah adalah gerakan
Islam yang melaksanakan dakwah dan tajdid untuk terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. Sebagai gerakan dakwah, Muhammadiyah mengajak umat
manusia untuk memeluk agama Islam (da’wah ila al-Khair), menyuruh pada yang
ma’ruf (al-amr bi al-ma’ruf), dan mencegah dari yang munkar (al-nahy ‘an al-munkar)
{QS. Ali Imran/3: 104}, sehingga hidup manusia selamat, bahagia, dan sejahtera di dunia dan di akhirat. Karena itu
seluruh warga, pimpinan, hingga berbagai komponen yang terdapat dalam
Muhammadiyah, termasuk amal usaha dan orang-orang yang berada di dalamnya,
haruslah memahami Muhammadiyah serta mengaktualisasikannya dalam kehidupan
nyata.
Hakikatnya Muhammadiyah merupakan
gerakan Islam sebagaimana disebutkan di atas, maka merupakan kewajiban bagi
seluruh warga dan pimpinan serta segenap pengelola dan pelaksana di lingkungan
struktur Persyarikatan termasuk di amal usahanya, untuk memahami Islam
sebagaimana paham agama dalam Muhammadiyah. Tuntutan seperti ini bukan
bermazhab dan taklid, tetapi sebagai bentuk ‘ittiba sekaligus keniscayaan
menyetujui asas dan tujuan Muhammadiyah, sebagaimana lazimnya siapapun yang
berada dalam rumah Muhammadiyah. Dan dalam beragama sebagaimana paham Muhammadiyah,
haruslah benar dan lurus, sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Quran, yang
artinya:
“Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus”.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Sumber Ajaran Islam
Muhammadiyah, sebagai gerakan
keagamaan yang berwatak sosio kultural, dalam dinamika kesejarahannya selalu
berusaha merespon berbagai perkembangan kehidupan dengan senantiasa merujuk
pada ajaran Islam yang bersumber dari dua sumber primer ajaran ini, yakni Al-quran dan As-sunnah.
Untuk mencapai
maksud dan tujuannya, yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, maka
Muhammadiyah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid
yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan. Dalam pengembangan
bidang keagamaan dan dakwah ditangani oleh dua majlis, yaitu Majlis Tarjih dan
Tajdid (MTT) dan Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus (MT-DK).
II.2 Pemahaman Ajaran Islam
Hal-hal yang berkaitan dengan
paham agama dalam Muhammadiyah secara garis besar dan pokok-pokoknya ialah
sebagai berikut:
1.
Agama, yakni Agama Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad S.A.W.
ialah apa yang diturunkan Allah dalam Al-quran dan yang disebut dalam Sunnah maqbulah,
berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk
kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.
2.
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa
Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad S.A.W.,
sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin
kesejahteraan hidup materil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi (Matan Keyakinan
dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah/ MKCHM butir ke-2).
3.
Muhammadiyah bekerja untuk
terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: (a) Aqidah;
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran Islam; (b) Akhlaq; Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan
Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia; (c) ‘Ibadah;
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ‘ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah
S.A.W. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia; (d) Mu’amalah dunyawiyat;
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalah dunyawiyat (pengolahan dunia
dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan
semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah kepada Allah S.W.T. (MKCH,
butir ke-4).
4.
Islam adalah agama untuk
penyerahan diri semata-mata karena Allah, agama semua Nabi, agama yang sesuai dengan
fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk bagi manusia, agama yang mengatur
hubungan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama, dan agama yang
menjadi rahmat bagi semesta alam. Islam satu-satunya agama yang diridhai Allah
dan agama yang sempurna. (Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah/PHIWM, bab
Pandangan Islam Tentang Kehidupan).
5.
Bahwa dasar muthlaq untuk berhukum
dalam agama Islam adalah Alquran dan Sunnah. Bahwa di mana perlu dalam
menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat dihajatkan untuk
diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan ‘ibadah mahdhah
padahal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih dalam Alquran dan
Sunnah maqbulah, maka dipergunakanlah alasan dengan jalan ijtihad dan
istinbath dari nash yang ada melalui persamaan ‘illat, sebagaimana telah
dilakukan oleh ‘ulama salaf dan Khalaf (Kitab Masalah Lima, Al-Masail Al-Khams
tentang Qiyas).
6.
Muhammadiyah dalam memaknai tajdid
mengandung dua pengertian, yakni pemurnian (purifikasi) dan pembaruan (dinamisasi)
II.3 Paham Islam dalam Muhammadiyah
Tujuan program Muhammadiyah ialah pengembangan tajdid di
bidang tarjih dan pemikiran Islam secara intensif dengan menguatkan kembali
rumusan-rumusan teologis seperti tauhid sosial, serta gagasan operasional
seperti dakwah jamaah, dengan tetap memperhatikan prinsip dasar organisasi dan
nilai Islam yang hidup dan menggerakkan.
Mengingat
kecenderungan atau gejala melemahnya dan dangkalnya pemahaman mengenai Islam
dalam Muhammadiyah, pada saat yang sama, terdapat fenomena orang Muhammadiyah
mengembangkan paham sendiri-sendiri atau malah mengikuti paham lain, maka
diperlukan ikhtiar sistematis untuk menanamkan atau memantapkan kembali paham
Agama (Islam) dalam Muhammadiyah. Di antara langkah-langkah untuk menanamkan
(memantapkan) kembali paham Islam dalam Muhammadiyah ialah sebagai berikut:
- Majelis Tarjih memproduksi/menghasilkan berbagai
pedoman/tuntunan tentang ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan baik
yang menyangkut aqidah, ibadah, akhlak, maupun mu’amalat duniawiyah secara
lengkap, mudah dipahami, dan bervariasi untuk dijadikan pedoman dan
dimasyarakatkan/dipublikasikan sesuai dengan keputusan-keputusan
Muktamar/Munas Tarjih.
- Pimpinan Persyarikatan diikuti oleh Organisasi
Otonom, amal usaha, dan berbagai institusi dalam Muhammadiyah di berbagai
tingkatan dari Pusat hingga Ranting menggiatkan kembali Kajian Intensif
Islam dalam Muhammadiyah, serta menyelenggarakan Pengajian Pimpinan dan
Pengajian Anggota, yang di dalamnya dipaketkan materi khusus secara
mendalam dan luas tentang Paham Agama (Islam) dalam
Muh mmadiyah.
- Menggiatkan pengajian-pengajian umum yang
membahas tentang Islam multiaspek dalam Muhammadiyah baik secara rutin
maupun dengan memanfaatkn momentum-momentum tertentu.
- Menyebarluaskan paham agama (Islam) dalam
Muhammadiyah ke berbagai lingkungan serta media publik, termasuk melalui
website, internet, dakwah seluler, dan sebagainya sehingga paham Islam
yang dikembangkan Muhammadiyah dapat dibaca, dipahami, dan diamalkan oleh
umat Islam dan masyarakat luas.
- Menghidupkan kembali kultum/pengajian singkat di
berbagai kegiatan, yang antara lain menjelaskan tentang berbagai aspek
ajaran Islam yang dipahami dan dipraktikan Muhammadiyah, sehingga bukan
sekadar membahas masalah-masalah organisasi belaka, kendati tetap penting.
Hal yang penting yang perlu menjadi
pemahaman bersama bahwa paham Islam dalam Muhammadiyah bersifat komprehensif
dan luas, sehingga tidak sempit dan parsial. Agama dalam pandangan atau paham
Muhammadiyah tidaklah sepotong-sepotong, serpihan-serpihan, dan hanya
hukum/fikih belaka. Paham agama yang ditanamkan bukan ajaran yang terbatas,
tetapi luas dan mulsti aspek. Karena Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, maka
paham tentang Islam merupakan kewajiban atau keniscayaan yang fundamental, yang
intinya pada memperdalam sekaligus memperluas paham Islam bagi seluruh warga
Muhammadiyah, kemudian menyebarkan/mensosialisasikan dan mengamalkan dalam
kehidupan umat serta masyarakat sehingga Islam yang didakwahkan Muhammadiyah
membawa/menjadi rahmatan lil-‘alamin.
II.4 Bidang-Bidang pada Muhammadiyah
1.
Bidang Aqidah
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah
dirumuskan sebagai konsekuensi logis dari gerakannya. Formulasi aqidah yang
dirumuskan dengan merujuk langsung kepada suber utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah
shahihah, yang menolak segala bentuk campur tangan pemikiran teologis.
Karakteristik aqidah Muhammadiyah itu secara umum dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Pertama,
nash sebagai dasar rujukan. Semangat kembali kepada Alquran
dan Sunnah sebenarnya sudah menjadi tema umm pada setiap gerakan pembaharuan.
Karena diyakini sepenuhnya bahwa hanya dengan berpedoman pada kedua sumber
utama itulah ajaran Islam dapat hidup dan berkembang secara dinamis.
Muhammadiyah juga menjadikan hal ini sebagai tema sentral gerakannya,
lebih-lebih dalam masalah ‘aqidah, seperti dinyatakan: “Inilah
pokok-pokok ‘aqidah yang benar itu, yang terdapat dalam Alquran dan dikuatkan
dengan pemberitaan-pemberitaan yang mutawatir.”
Berdasarkan pernyataan di atas,
jelaslah bahwa sumber aqidah Muhammadiyah adalah alquran dan Sunnah yang
dikuatkan dengan berita-berita yang mutawatir. Ketentuan ini juga
dijelaskan lagi dalam pokok-pokok Manhaj Tarjih sebagai berikut: “(5)
Di dalam masalah aqidah hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir, (6)
Dalil-dalil umum Alquran dapat ditakhsis dengan hadits ahad, kecuali dalam
bidang aqidah, (16) dalam memahami nash, makna zhahir didahulukan daripada
ta’wil dalam bidang aqidah dan takwil sahabat dalam hal itu tidak harus
diterima.”
Ketentuan-ketentuan di atas jelas
menggambarkan bahwa secara tegas aqidah Muhammadiyah bersumber dari Alquran dan
Sunnah tanpa interpretasi filosofis seperti yang terdapat dalam aliran-aliran
teologi pada umumna. Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap pemikiran
filosofis ini, maka dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi mengundang
perdebatan teologis dalam pemaknaannya, Muhammadiyah bersikap tawaqquf seperti
halnya kaum salaf.
Kedua, keterbatasan
peranan akal dalam soal aqida Muhammadiyah termasuk kelompok yang memandang
kenisbian akal dalam masalah aqidah. Sehingga formulasi posisi akal sebagai
berikut “Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai
pengertian oleh akal dalam hal kepercayaan, sebab akal manusia tidak mungkin
mencapai pengertian tentang Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan sifat-sifat yang
ada pada-Nya.”
Ketiga, kecondongan
berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia. Pertama, segala perbuatan telah
ditentukan oleh Allah dan manusia hanya dapat berikhtiar. Kedua, jika ditinjau
dari sisi manusia perbuatan manusia merupakan hasil usaha sendiri. Sedangkan
bila ditinjau dari sis Tuhan, perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan.
Keempat, percaya
kepada qadha’ dan qadar. Dalam Muhammdiyah qadha’ dan qadar
diyakini sebagai salah satu pokok aqidah yang terakhir dari formulasi rukun
imannya, dengan mengikuti formulasi yang diberikan oleh hadis mengenai
pengertian Islam, Iman dan Ihsan.
Kelima, menetapkan
sifat-sifat Allah. Seperti halnya pada aspek-aspek aqidah lainnya, pandangan
Muhammadiyah mengenai sifat-sifat Allah tidak dijelaskan secara mendetail.
Keterampilan yang mendekati kebenaran Muhammadiyah tetap cenderung kepada
aqidah salaf.
2.
Bidang Hukum
Muhammadiyah melarang anggotanya
bersikap taqlid, yaitu sikap mengikuti pemikiran ulama tanpa
mempertimbangkan argumentasi logis. Dan sikap keberagaman menumal yang
dibenarkan oleh Muhammadiyah adalah ittiba’, yaitu mengikuti pemikiran
ulama dengan mengetahui dalil dan argumentasi serta mengikutinya dengan
pertimbangan logika. Di samping itu, Muhammadiyah mengembangkan ijtihad sebagai
karakteristik utama organisasi ini. Adapun pokok-pokok utama pikiran
Muhammadiyah dalam bidang hokum yang dikembangkan oleh Majlis Tarjih antara
lain:
1.
Ijtihad dan istinbath
atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang terdapat di dalam nash,
dapat dilakukan sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbdi dan memang
merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.
- Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab,
tetapi pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan
hukum.
- Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak
beranggapan bahwa hanya Majlis Tarjih yang paling benar. Koreksi dari
siapa pun akan diterima sepanjang diberikan dalil-dalil yang lebih kuat.
Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah keputusan yang pernah
ditetapkan.
- Ibadah ada dua macam, yaitu ibadah khusus, yaitu
apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan
cara-caranya yang tertentu, dan ibadah umum, yaitu segala perbuatan yang
dibolehkan oleh Allah dalam rangka mendekatkan diri kepadaNya.
- Dalam bidang ibadah yang diperoleh
ketentuan-ketentuannya dari Alquran dan Sunnah, pemahamannya dapat
menggunakan akal sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya.
Meskipun harus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsip
mendahulukan nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi
perubahan.
3.
Bidang Akhlak
Mengingat
pentingnya akhlaq dalam kaitannya dengan keimanan seseorang, maka Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam juga dengan tegas menempatkan akhlaq sebagai salah satu
sendi dasar sikap keberagamaannya. Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah dijelaskan “Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai
akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul,
tidak bersendi pada nilai-nilai ciptaan manusia.”
Akhlak
adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik dan burruk seperti sabar,
syukur, tawakal, birrul walidaini, syaja’ah dan sebagainya (Al-Akhlaqul
Mahmudah) dan sombong, takabur, dengki, riya’, ‘uququl walidain dan
sebagainya (Al-Akhlaqul Madzmuham).
Mengenai
Muhammadiyah menjadikan akhlaq sebagai salah satu garis perjuangannya, hal ini
selain secara tegas dinyatakan dalam nash, juga tidak dapat dipisahkan
dari akar historis yang melatarbelakangi kelahirannya. Kebodohan, perpecahan di
antara sesama orang Islam, melemahnya jiwa santun terhadap dhu’afa’,
pernghormatan yang berlebi-lebihan terhadap orang yang dianggap suci dan
lain-lain, adalah bentuk realisasi tidak tegaknya ajaran akhlaqul karimah.
Untuk
menghidupkan akhlaq yang islami, maka Muhammadiyah berusaha memperbaiki
dasar-dasar ajaran yang sudah lama menjadi keyakinan umat Islam, yaitu dengan
menyampaikan ajaran yang benar-benar berdasar pada ajaran Alquran dan Sunnah
Maqbulah, membersihkan jiwa dari kesyirikan, sehingga kepatuhan dan
ketundukan hanya semata-mata kepada Allah. Usaha tersebut ditempuh melalui
pendidikan, sehingga sifat bodoh dan inferoritas berangsur-angsur habis
kemudian membina ukhuwah antar sesame muslim yang disemangati oleh Surat Ali
Imron ayat 103.
Adapun
sifat-sifat akhlak Islam dapat digambarkan sebagai berikut:
1.
Akhlaq
Rabbani: Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang termaktub
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional,
tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang
mampu menghindari nilai moralitas dalam hidup manusia (Q.S.) Al-An’am / 6 :
153).
2.
Akhlak
Manusiawi. Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah
manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi dengan
mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar memelihara
eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.
3.
Akhlak
Universal. Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan
menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yang berdimensi vertikal, maupun
horizontal. (Q.S. Al-An’nam : 151-152).
4.
Akhlak
Keseimbangan. Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu hidup
di dunia maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi maupun ukhrawi
secara seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan kewajiban terhadap
masyarakat, seimbang pula. (H.R. Buhkori).
5.
Akhlaq
Realistik. Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia
walaupun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding
dengan makhluk lain, namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu yaitu
sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah memberikan
kesempatan untuk bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa. Islam membolehkan
manusia melakukan yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah
/ 27 : 173) (http://luqm.multiply.com/journal/item/74).
4.
Bidang Mu’amalah Dunyawiyah
Mua’malah :
Aspek kemasyarakatan yang mengatur pegaulan hidup manusia diatas bumi ini, baik
tentang harta benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar
negara dan lain sebagainya.
Di dalam
prinsip-prinsip Majlis Tarjih poin 14 disebutkan “Dalam hal-hal termasuk
Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan akal
sangat diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.”
Adapun
prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah yang terpenting antara lain:
1.
Menganut prinsip mubah.
2.
Harus dilakukan dengan saling rela
artinya tidak ada yang dipaksa.
3.
Harus saling menguntungkan. Artinya mu’amalah
dilakukan untuk menarik mamfaat dan menolak kemudharatan.
4.
Harus sesuai dengan prinsip keadilan.
II.5. Metodologi Ijtihad
Jalan
Ijtihad yang ditempuh Majlis Tarjih meliputi :
1.
Ijtihad Bayan: ijtihad
terhadap ayat yang mujmal baik karena belum jelas maksud lafadz yang dimaksud,
maupun karena lafadz itu mengandung makna ganda, mengandung arti musytarak
ataupun karena pengertian lafadz dalam ungkapan yang konteksnya mempunyai arti
yang jumbuh (mutasyabih) ataupun adanya beberapa dalil yang bertentangan
(ta’arrudl) dalam hal terakhir digunakan cara jama’ dan talfiq.
2.
Ijma’: kesepakatan para imam mujtahid di kalangan umat Islam tentang suatu hukum
Islam pada suatu masa (masa sahabat setelah Rasulullah wafat). Menurut
kebanyakan para ulama, hasil ijma’ dipandang sebagai salah satu sumber
hukum Islam sesudah Alquran dan Sunnah. Pemikiran tentang ijma’
berkembang sejak masa sahabat sampai masa sekarang, sampai masa para imam
mujtahid.
3.
Qiyas: menyamakan sesuatu hal yang tidak disebutkan hukumnya di dalam nash,
dengan hal yang disebutkan hukumnya di dalam nash, karena adanya persamaan
illat (sebab) hukum pada dua macam hal tersebut, contoh: hukum wajib
zakat atas padi yang dikenakan pada gandum. Untuk Qiyas digunakan dalam bidang
muamalah duniawiyah, tidak berlaku untuk bidang ibadah mahdlah. La qiyasa fil
ibadah.
4.
Maslahah atau Istislah: menetapkan hukum yang sama sekali tidak disebutkan dalam nash dengan
pertimbangan untuk kepentingan hidup manusia yang bersendikan mamfaat dan
menghindarkan madlarat. Contoh, mengharuskan pernikahan dicatat, tidak
ada satu nash pun yang membenarkan atau membatalkan. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh kepastian hukum atas terjadinya perkawinan yang dipergunakan
oleh negara. Hal ini dilakukan untuk melindungi hak suami istri. Tanpa
pencatatan negara tidak mempunyai dokumen otentik, atas terjadinya perkawinan.
5.
Istihsan: memandang
lebih baik, sesuai dengan tujuan syariat, untuk meninggalkan ketentuan dalil
khusus dan mengamalkan dalil umum. Contoh: Harta zakat tidak boleh dipindah
tangankan dengan cara dijual, diwariskan, atau dihibahkan. Tetapi kalau tujuan
perwakafan (tujuan syar’i) tidak mungkin tercapai, larangan tersebut dapat
diabaikan, untuk dipindah tangankan, atau dijual, diwariskan atau dihibahkan.
Contoh : Mewakafkan tanah untuk tujuan pendidikan Islam. Tanah tersebut terkena
pelebaran jalan, tanah tersebut dapat dipindahtangankan dengan dijual,
dibelikan tanah ditempat lain untuk pendidikan Islam yang menjadi tujuan
syariah diatas.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan. Sumber otentik untuk mempelajari Islam adalah Alquran dan Sunnah
Maqbulah. Muhammdiyah bergerak dalam
berbagai bidang kehidupan manusia yang antara lain dapat diklasisfikasikan
sebagai berikut: Aqidah, 2)
hukum, 3) akhlak, dan 4) Mu’amalah
dunyawiyah.
Hal-hal yang berkaitan dengan paham
agama dalam Muhammadiyah secara garis besar dan pokok-pokoknya meliputi : 1)
Agama, yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, 2) Muhammadiyah
berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para
Rasul-Nya, 3) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam,
Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata karena Allah, 4) Bahwa
dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah Alquran dan Sunnah, 5)
Muhammadiyah dalam memaknai tajdid mengandung dua pengertian, yakni pemurnian
(purifikasi) dan pembaruan (dinamisasi) (Keputusan Munas Tarjih di Malang).
Dalam menjalankan perannya dalam
berbagai bidang tersebut maka Muhammadiyah melakukan ijtihad dengan
berbagai metodenya antara lain: 1) Ijtihad
bayani yaitu ijtihad terhadap ayat yang mujmal baik karena belum jelas
maksud lafadz yang dimaksud , 2)
Ijma’, 3) Ijtihad Qiyasi, 4) Ijtihad Ishtishlahiy, dan 5) Istihsan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Paham
Keagamaan Muhammadiyah. [Online]. Tersedia: http://pandikalbar.wordpress.com/2010/02/25/paham-keagamaan-muhammadiyah/
Anonim. 2010. Pokok-Pokok
Ajaran Islam. [Online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/society-and-news/spirituality/1956443-pokok-pokok-ajaran-islam/
“Adapun syarat yang benar tentang kepercayaan, dalam hal ini ialah jangan ada sesuatu yang mengurangi keagungan dan keluhuran Tuhan, dengan mempersamakan-Nya dengan makhluk. Sehingga andaikata terdapat kalimat-kalimat yang kesan pertama mengarah kepada arti yang demikian, meskipun berdasarkan berita yang mutawattir (menyakinkan), maka wajiblah orang mengabaikan makna yang tersurat dan menyerahkan tafsir arti yang sebenarnya kepada Allah dengan kepercayaan bahwa yang terkesan pertama pada pikiran bukanlah yang dimaksudkan, atau dengan takwil yang berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima.” (HPT Muhammadiyah 17-18) https://nafismudrika.wordpress.com/2016/06/24/apakah-aqidah-muhammadiyah-ahlussunnah/
BalasHapus